Rabu, 20 Januari 2010

MENU GIZI ATLET BOLA BASKET

MENU GIZI ATLET BOLA BASKET
(M. Ahkam Amin)

1. Pendahuluan
Prestasi olahraga yang tinggi perlu terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui gizi seimbang yaitu energi yang dikeluarkan untuk olahraga harus seimbang atau sama dengan energi yang masuk dari makanan.
Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Selain itu makanan juga harus mampu mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakan untuk aktivitas olahraga.
Pengaturan makanan terhadap seorang atlet harus individual. Pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin atlet, umur, berat badan, serta jenis olahraga. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan.
Gerak yang terjadi pada olahraga karena adanya kontraksi otot. Otot dapat berkontraksi karena adanya pembebasan energi berupa ATP yang tersedia di dalam sel otot. ATP dalam sel otot jumlahnya terbatas dan dapat dipakai sebagai sumber energi hanya dalam waktu 1 – 2 detik. Kontraksi otot akan tetap berlangsung apabila ATP yang telah berkurang dibentuk kembali. Pembentukan kembali ATP dapat berasal dari kreatin fosfat, glukosa, glikogen dan asam lemak.
Menu seorang atlet harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Menu atlet disusun berdasarkan jumlah kebutuhan energi dan komposisi gizi penghasil energi yang seimbang. Menu makanan atlet harus mengandung karbohidrat sebanyak 60 – 70%, lemak 20 – 25%, dan protein sebanyak 10 – 15% dari total energi yang dibutuhkan.
2. Kebutuhan Energi
Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan sangat sulit. Perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan.
Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktivitas fisik dan faktor pertumbuhan.
a. Basal Metabolisme
Metabolisme basal adalah banyaknya energi yang dipakai untuk aktivitas jaringan tubuh sewaktu istirahat jasmani dan rohani. Energi tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh berupa metabolisme makanan, sekresi enzim, sekresi hormon, maupun berupa denyut jantung, bernafas, pemeliharaan tonus otot, dan pengaturan suhu tubuh.
Metabolisme basal ditentukan dalam keadaan individu istirahat fisik dan mental yang sempurna. Pengukuran metabolisme basal dilakukan dalam ruangan bersuhu nyaman setelah puasa 12 sampai 14 jam (keadaan postabsorptive). Sebenarnya taraf metabolisme basal ini tidak benar-benar basal. Taraf metabolisme pada waktu tidur ternyata lebih rendah dari pada taraf metabolisme basal, oleh karena selama tidur otot-otot terelaksasi lebih sempurna. Apa yang dimaksud basal disini ialah suatu kumpulan syarat standar yang telah diterima dan diketahui secara luas.
Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis kelamin, usia, ukuran dan komposisi tubuh, faktor pertumbuhan. Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan keadaan emosi atau stres.
Orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit mempunyai Metabolisme basal lebih besar dibanding dengan orang yang mempunyai berat badan yang besar tapi proporsi lemak yang besar. Demikian pula, orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit mempunyai Metabolisme basal yang lebih besar dibanding dengan orang yang mempunyai berat badan kecil dan proporsi lemak sedikit.
Metabolisme basal seorang laki-laki lebih tinggi dibanding dengan wanita. Umur juga mempengaruhi metabolisme basal dimana umur yang lebih muda mempunyai metabolisme basal lebih besar dibanding yang lebih tua. Rasa gelisah dan ketegangan, misalnya saat bertanding menghasilkan metabolisme basal 5% sampai 10% lebih besar. Hal ini terjadi karena sekresi hormon epinefrin yang meningkat, demikian pula tonus otot meningkat.
Tabel 1. BMR untuk laki-laki berdasarkan berat badan
Jenis kelamin
Berat badan (kg)
Energi (kalori)
10 – 18 th
18 – 30 th
30 – 60 th
Laki-laki
55
1625
1514
1499

60
1713
1589
1556

65
1801
1664
1613

70
1889
1739
1670

75
1977
1814
1727

80
2065
1889
1785

85
2154
1964
1842

90
2242
2039
1899
Tabel 2. BMR untuk perempuan berdasarkan berat badan
Jenis kelamin
Berat badan (kg)
Energi (kalori)
10 – 18 th
18 – 30 th
30 – 60 th
Perempuan
40
1224
1075
1167

45
1291
1149
1207

50
1357
1223
1248

55
1424
1296
1288

60
1491
1370
1329

65
1557
1444
1369

70
1624
1516
1410

75
1691
1592
1450


b. Specific Dynamic Action
Bila seseorang dalam keadaan basal mengkonsumsi makanan maka akan terlihat peningkatan produksi panas. Produksi panas yang meningkat dimulai satu jam setelah pemasukan makanan, mencapai maksimum pada jam ketiga, dan dipertahankan di atas taraf basal selama 6 jam atau lebih. Kenaikan produksi panas di atas metabolisme basal yang disebabkan oleh makanan disebut specific dynamic action (SDA).
SDA adalah penggunaan energi sebagai akibat dari makanan itu sendiri. Energi tersebut digunakan untuk mengolah makanan dalam tubuh, yaitu pencernaan makanan, dan penyerapan zat gizi, serta transportasi zat gizi.
SDA dari tiap makanan atau lebih tepatnya zat gizi berbeda-beda. SDA untuk protein berbeda dengan karbohidrat, demikian pula untuk lemak. Akan tetapi SDA dari campuran makanan besarnya kira-kira 10% dari besarnya basal metabolisme.
c. Aktivitas fisik
Setiap aktivitas fisik memerlukan energi untuk bergerak. Aktivitas fisik berupa aktivitas rutin sehari-hari, misalnya membaca, pergi ke sekolah, bekerja sebagai karyawati kantor. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktivitas fisik.
Tabel 3 : Faktor aktivitas fisik (perkalian dengan BMR)
Tingkat aktivitas
Laki-laki
Perempuan
Istirahat di tempat tidur
1,2
1,2
Kerja sangat ringan
1,4
1,4
Kerja ringan
1,5
1,5
Kerja ringan – sedang
1,7
1,6
Kerja sedang
1,8
1,7
Kerja berat
2,1
1,8
Kerja berat sekali
2,3
2,0
Setiap aktivitas olahraga memerlukan energi untuk kontraksi otot. Olahraga dapat berupa olahraga aerobik maupun olahraga anaerobik. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktivitas olahraga.
Tabel 4. Kebutuhan energi berdasarkan aktivitas olahraga (kal/mnt)
Aktivitas Olahraga
Berat Badan (kg)
50
60
70
80
90
Balap sepeda : - 9 km/jam
3
4
4
5
6
- 15 km/jam
5
6
7
8
9
- bertanding
8
10
12
13
15
Bulutangkis
5
6
7
7
9
Bola basket
7
8
10
11
12
Bola voli
2
3
4
4
5
Dayung
5
6
7
8
9
Golf
4
5
6
7
8
Hockey
4
5
6
7
8
Jalan kaki : - 10 menit/km
5
6
7
8
9
- 8 menit/km
6
7
8
10
11
- 5 menit/km
10
12
15
17
19
Lari : - 5,5 menit/km
10
12
14
15
17
- 5 menit/km
10
12
15
17
19
- 4,5 menit/km
11
13
15
18
20
- 4 menit/km
13
15
18
21
23
Renang : - gaya bebas
8
10
11
12
14
- gaya punggung
9
10
12
13
15
- gaya dada
8
10
11
13
15
Senam
3
4
5
5
6
Senam aerobik : - pemula
5
6
7
8
9
- terampil
7
8
9
10
12
Tenis lapangan : - rekreasi
4
4
5
5
6
- bertanding
9
10
12
14
15
Tenis meja
3
4
5
5
6
Tinju : - latihan
11
13
15
18
20
- bertanding
7
8
10
11
12
Yudo
10
12
14
15
17


d. Pertumbuhan
Anak dan remaja mengalami pertumbuhan sehingga memerlukan penambahan energi. Energi tambahan dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang baru dan jaringan tubuh.
Tabel 5. Kebutuhan energi untuk pertumbuhan (kalori/hari)
Jenis kelamin anak
Umur (Tahun)
Tambahan energi
Anak laki-laki dan perempuan
10 – 14
2 kalori/kg berat badan
15
1 kalori/kg berat badan
16 – 18
0,5 kalori/kg berat badan

3. Cara Menghitung Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi dapat dihitung berdasarkan komponen-komponen penggunaan energi. Berdasarkan komponen-komponen tersebut, terdapat 6 langkah dalam menghitung kebutuhan energi untuk setiap atlet.
Langkah 1
Tentukan status gizi atlet dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dan presentase lemak tubuh. Indeks massa tubuh merupakan pembagian berat badan dalam kg oleh tinggi badan dalam satuan meter dikwadratkan. Sedangkan presentase lemak tubuh yaitu perbandingan antara lemak tubuh dengan masa tubuh tanpa lemak. Pengukuran lemak tubuh dilakukan dengan menggunakan alat skinfold caliper pada daerah trisep dan subskapula.
Langkah 2
Tentukan basal metabolic rate (BMR) yang sesuai dengan jenis kelamin, umur dan berat badan. Caranya menentukan BMR dengan melihat tabel 1 atau tabel 2. Tambahkan BMR dengan specific dynamic action (SDA) yang besarnya 10% BMR, BMR + SDA (10% BMR)
Langkah 3
Aktivitas fisik setiap hari ditentukan tingkatnya. Kemudian, hitung besarnya energi untuk aktivitas fisik tersebut (tanpa kegiatan olahraga). Pilihlah tingkat aktivitas fisik yang sesuai, baik untuk perhitungan aktivitas total maupun perhitungan aktivitas fisik yang terpisah dan jumlahkan. Gunakan tabel 3 untuk menentukan tingkat aktivitas total.
Langkah 4
Kalikan faktor aktivitas fisik dengan BMR yang telah ditambah SDA
Langkah 5
Tentukan penggunaan energi sesuai dengan latihan atau pertandingan olahraga dengan menggunakan tabel 4. Kalikan jumlah jam yang digunakan untuk latihan per minggu dengan besar energi yang dikeluarkan untuk aktivitas olahraga. Total energi yang didapatkan dari perhitungan energi dalam seminggu, kemudian dibagi dengan 7 untuk mendapatkan penggunaan energi yang dikeluarkan per hari. Tambahkan besarnya penggunaan energi ini dengan besarnya energi yang didapatkan dari perhitungan langkah 4.
Langkah 6
Apabila atlet tersebut masih dalam usia pertumbuhan, maka tambahkan kebutuhan energi sesuai dengan tabel 5
Contoh Perhitungan Kebutuhan Energi Seorang Atlet Bolabasket
Eva seorang mahasiswi berumur 20 tahun mempunyai tinggi badan 160 cm dan berat badan 60 kg. Dia seorang atlet bolabasket dalam tim nasional. Dia berlatih berupa lari selama satu jam 3 kali seminggu dengan kecepatan 5 menit per km. Selain itu, Eva berlatih bolabasket 2 kali seminggu selama 30 menit. Aktivitas sehari-hari berupa aktivitas ringan sedang, misalnya pergi ke kampus, belajar.
Cara menghitung kebutuhan energi
Langkah 1
Tentukan status gizi atlet dengan menggunakan indeks massa tubuh dan presentase lemak.
IMT = 60 : (1,6)2 = 23,4
Artinya atlet ini IMT dalam keadaan normal
Langkah 2
Tentukan BMR untuk wanita dengan berat badan 60 kg yaitu 1370 kalori (tabel 2)
Tentukan SDA yaitu 10% x 1370 = 137
Junlah BMR dengan SDA yaitu 1370 + 137 = 1507 kalori
Langkah 3 dan langkah 4
Tentukan faktor aktivitas fisik kerja ringan sedang yaitu 1,6 (tabel 3)
1,6 x 1507 = 2411.2
Langkah 5
Latihan lari setiap minggu yaitu : 3 x 60 x 12 = 2160 kal/mg
Latihan bolabasket setiap minggu yaitu : 2 x 30 x 8 = 480 kal/mg
Gunakan tabel 4 pada perhitungan aktivitas olahraga.
Kebutuhan energi untuk aktivitas olahraga (lari dan latihan bolabasket) adalah 2160 + 480 = 2640 kalori/minggu.
Kebutuhan energi untuk aktivitas olahraga per hari adalah :
2640 : 7 = 377.1 kalori

Jadi total kebutuhan energi perhari adalah 2411.2 + 377.1 = 2788.3 kalori

Eva membutuhkan energi setiap hari yang berasal dari makanan yang dia konsumsi adalah 2788.3 kalori.
Komposisi gizi seimbang untuk Eva disusun dengan perbandingan sebagai berikut :
a. Karbohidrat sebanyak 60 – 70% x 2788.3 = 1672.98 – 1951.81 kalori
b. Lemak sebanyak 20 – 25% x 2788.3 = 557.66 – 697.075 kalori
c. Protein sebanyak 10 – 15 % x 2788.3 = 278.83 – 418.245 kalori
4. Penutup
Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Selain itu makanan juga harus mampu mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakan untuk aktifitas olahraga.
Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan.
Menu makanan atlet harus mengandung karbohidrat sebanyak 60 – 70%, lemak 20 – 25%, dan protein sebanyak 10 – 15% dari total energi yang dibutuhkan.

TATA LAKSANA MENU GIZI ATLET BOLA VOLI

TATA LAKSANA MENU GIZI
UNTUK ATLET BOLAVOLI
(Oleh : M. Ahkam Amin)

A. PENDAHULUAN

Prestasi cabang olahraga permainan khususnya bolavoli tidak dapat dicapai dengan spekulatif, tetapi harus melalui latihan secara intensif dengan program latihan yang baik berdasarkan pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Latihan yang dilakukan tersebut tentunya harus bersifat khusus, yaitu khusus mengembangkan komponen-komponen yang diperlukan dalam bolavoli. Untuk mencapai prestasi olahraga bolavoli diperlukan berbagai pertimbangan serta analisa yang cermat mengenai faktor-faktor yang menentukan dan menunjang prestasi bolavoli tersebut. Faktor-faktor penentu dan penunjang prestasi tersebut dapat dijadikan dasar dalam penyusunan program latihan.
Dalam upaya menyusun program latihan untuk meningkatkan prestasi bolavoli harus cermat dan penuh perhitungan, agar latihan tersebut dapat mencapai hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk meningkatkan tingginya lompatan diperlukan latihan yang intensif dan program latihan yang baik. Metode yang digunakan juga harus khusus yang sesuai dengan karaketristik permainan bolavoli.
Upaya pelatih yang bisa dilakukan untuk membantu meningkatkan kemampuan kecepatan adalah dengan meningkatkan kemampuan daya tahannya melalui latihan daya tahan anaerob dan latihan kekuatan melalui latihan kekuatan yang cepat (speed strength/power). Akan tetapi untuk mencapai atau menuju pada kemampuan tersebut terlebih dahulu harus menempuh beberapa tahapan (period) yang kita kenal dengan periodisasi biomotorik sehingga masing-masing memberikan dukungan dan saling menunjang pencapaian prestasi.


B. PEMBAHASAN

Kebutuhan Gizi Atlet
Atlet-atlet harus bisa menerima petunjuk-petunjuk tentang gizi dalam banyak hal seperti yang telah mereka harapkan dalam latihan dan petunjuk-petunjuk medis. Pekerjaan ini dekat dengan atlet-atlet, terutama dengan pelatih dan trainer yang harus mempunyai akses informasi yang dapat diandalkan tentang ilmu gizi yang salah satu caranya adalah dengan mempelajari sendiri ilmu tersebut atau berkonsultasi dengan ahli-ahli gizi yang profesional dan ahli-ahli diet.
Kewajiban untuk mengetahui tentang ilmu gizi tidak hanya pada pelatih atau trainer dan atlet. Dengan pengetahuan mereka sendiri tentang ilmu gizi, seharusnya mereka bisa berada dalam posisi untuk menerima atau menolak petunjuk-petunjuk tentang diet yang mereka terima. Kerugian dari petunjuk-petunjuk diet ini adalah tidak ada pengecualian yang cukup jelas dari peraturan yang telah ada.
Saat ini persetujuan tentang ilmu gizi adalah naif, ketidaktahuan dan kebingungan yang diperlihatkan oleh pelatih-pelatih dan atlet-atlet hanya seperti menyajikan lebih lanjut dari kesalahpahaman dan pada akhirnya mengganggu perkembangan individu atlet. Hal-hal baru yang menarik tentang ilmu gizi dan hubungannya dengan olahraga adalah telah berkembang dalam iklim kebingungan dan kesalahan informasi tentang ilmu gizi dan semakin meluas sehingga banyak orang yang kesulitan untuk membedakan antara mitos dengan kenyataan (kebenaran). Konsep-konsep yang salah telah lama digunakan untuk mendukung penggunaan ilmu gizi dengan resiko yang paling baik adalah diragukan dan tidak memadai dan resiko yang paling buruk adalah sangat membahayakan.
Ada 2 area spesifik di mana pengetahuan kita tentang ilmu gizi bisa berhubungan secara langsung dengan penampilan atlet. Pertama adalah memastikan bahwa keperluan metabolisme untuk karbohidrat dan zat-zat gizi yang lain terpenuhi dengan kebiasaan diet sehingga selesai latihan terjadi adaptasi dan selesai adaptasi terjadi peningkatan dalam penampilan. Kedua, makanan-makanan yang mendukung dalam persiapan menuju kompetisi dan sebelum kompetisi.
Bagaimana kita yakin bahwa atlet yang bertanding berada dalam keadaan gizi yang terbaik?, pernyataan ini mengkritik pemeriksaan fakta-fakta untuk mendukung petunjuk-petunjuk makanan yang mungkin diberikan kepada atlet. Perlu diperhatikan akan selalu ada hubungan antara area-area yang memperhatikan ahli-ahli gizi, pelatih, dan atlet yang membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. Pertumbuhan optimal pada anak dalam latihan yang berat, kontrol berat badan dan membuat berat badan sesuai, gangguan gastrointestinal, kebiasaan makan yang tidak normal dan penyalahgunaan suplemen
Sesuai prinsip dasar "Gizi Seimbang" yang mengandung cukup karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, air dan serat, maka kebutuhan gizi atlet bolavoli adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan Energi
Secara umum seorang pemain bolavoli memerlukan energi sekitar 4.500 Kkal atau 1,5 kali kebutuhan energi orang dewasa normal dengan postur tubuh relatif sama, karena pemain bolavoli dikategorikan dengan seseorang yang melakukan aktivitas fisik yangberat.
Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan sangat sulit. Perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan.
Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan.
a. Basal Metabolisme
Metabolisme basal adalah banyaknya energi yang dipakai untuk aktifitas jaringan tubuh sewaktu istirahat jasmani dan rohani. Energi tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh berupa metabolisme makanan, sekresi enzim, sekresi hormon, maupun berupa denyut jantung, bernafas, pemeliharaan tonus otot, dan pengaturan suhu tubuh.
Metabolisme basal ditentukan dalam keadaan individu istirahat fisik dan mental yang sempurna. Pengukuran metabolisme basal dilakukan dalam ruangan bersuhu nyaman setelah puasa 12 sampai 14 jam (keadaan postabsorptive). Sebenarnya taraf metabolisme basal ini tidak benar-benar basal. Taraf metabolisme pada waktu tidur ternyata lebih rendah dari pada taraf metabolisme basal, oleh karena selama tidur otot-otot terelaksasi lebih sempurna. Apa yang dimaksud basal disini ialah suatu kumpulan syarat standar yang telah diterima dan diketahui secara luas.
Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis kelamin, usia, ukuran dan komposisi tubuh, faktor pertumbuhan. Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan keadaan emosi atau stres.
Orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit mempunyai Metabolisme basal lebih besar dibanding dengan orang yang mempunyai berat badan yang besar tapi proporsi lemak yang besar. Demikian pula, orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit mempunyai Metabolisme basal yang lebih besar dibanding dengan orang yang mempunyai berat badan kecil dan proporsi lemak sedikit.
Metabolisme basal seorang laki-laki lebih tinggi dibanding dengan wanita. Umur juga mempengaruhi metabolisme basal dimana umur yang lebih muda mempunyai metabolisme basal lebih besar dibanding yang lebih tua. Rasa gelisah dan ketegangan, misalnya saat bertanding menghasilkan metabolisme basal 5% sampai 10% lebih besar. Hal ini terjadi karena sekresi hormon epinefrin yang meningkat, demikian pula tonus otot meningkat.

Tabel 1. BMR untuk laki-laki berdasarkan berat badan
Jenis kelamin
Berat badan
(kg)
10 – 18 th
Energi(kalori)
18 – 30 th
30 – 60 th
Laki-laki
55
1625
1514
1499

60
1713
1589
1556

65
1801
1664
1613

70
1889
1739
1670

75
1977
1814
1727

80
2065
1889
1785

85
2154
1964
1842

90
2242
2039
1899

Tabel 2. BMR untuk perempuan berdasarkan berat badan
Jenis kelamin
Berat
(kg)
10 – 18 th
Energi(kalori)
18 – 30 th
30 – 60 th
Perempuan
40
1224
1075
1167

45
1291
1149
1207

50
1357
1223
1248

55
1424
1296
1288

60
1491
1370
1329

65
1557
1444
1369

70
1624
1516
1410

75
1691
1592
1450

b. Specific Dynamic Action
Bila seseorang dalam keadaan basal mengkonsumsi makanan maka akan terlihat peningkatan produksi panas. Produksi panas yang meningkat dimulai satu jam setelah pemasukan makanan, mencapai maksimum pada jam ketiga, dan dipertahankan diatas taraf basal selama 6 jam atau lebih. Kenaikan produksi panas diatas metabolisme basal yang disebabkan oleh makanan disebut specific dynamic action.
Specific dynamic action adalah penggunaan energi sebagai akibat dari makanan itu sendiri. Energi tersebut digunakan untuk mengolah makanan dalam tubuh, yaitu pencernaan makanan, dan penyerapan zat gizi, serta transportasi zat gizi.
Specific dynamic action dari tiap makanan atau lebih tepatnya zat gizi berbeda-beda. Specific dynamic action untuk protein berbeda dengan karbohidrat, demikian pula untuk lemak. Akan tetapi specific dynamic action dari campuran makanan besarnya kira-kira 10% dari besarnya basal metabolisme.

c. Aktifitas fisik
Setiap aktifitas fisik memerlukan energi untuk bergerak. Aktifitas fisik berupa aktifitas rutin sehari-hari, misalnya membaca, pergi ke sekolah, bekerja sebagai karyawati kantor. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktifitas fisik.
Tabel 3 : Faktor aktifitas fisik (perkalian dengan BMR)
Tingkat aktifitas
Laki-laki
Perempuan
Istirahat di tempat tidur
1,2
1,2
Kerja sangat ringan
1,4
1,4
Kerja ringan
1,5
1,5
Kerja ringan – sedang
1,7
1,6
Kerja sedang
1,8
1,7
Kerja berat
2,1
1,8
Kerja berat sekali
2,3
2,0
Setiap aktifitas olahraga memerlukan energi untuk kontraksi otot. Olahraga dapat berupa olahraga aerobik maupun olahraga anaerobik. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktifitas olahraga.

Tabel 4.Kebutuhan energi berdasarkan aktifitas olahraga (kal/mnt)
Aktifitas Olahraga

Berat
Badan
(kg)


50
60
70
80
90
Balap sepeda :
- 9 km/jam
3
4
4
5
6
- 15 km/jam
5
6
7
8
9
- bertanding
8
10
12
13
15
Bulutangkis
5
6
7
7
9
Bola basket
7
8
10
11
12
Bola voli
2
3
4
4
5
Dayung
5
6
7
8
9
Golf
4
5
6
7
8
Hockey
4
5
6
7
8










Jalan kaki :
- 10 menit/km
5
6
7
8
9
- 8 menit/km
6
7
8
10
11
- 5 menit/km
10
12
15
17
19
Lari :
- 5,5 menit/km
10
12
14
15
17
- 5 menit/km
10
12
15
17
19
- 4,5 menit/km
11
13
15
18
20
- 4 menit/km
13
15
18
21
23






Renang :
- gaya bebas
8
10
11
12
14
- gaya punggung
9
10
12
13
15
- gaya dada
8
10
11
13
15
Senam
3
4
5
5
6
Senam aerobik : - pemula
5
6
7
8
9
- terampil
7
8
9
10
12






Tenis lapangan:
- rekreasi
4
4
5
5
6
- bertanding
9
10
12
14
15
Tenis meja
3
4
5
5
6
Tinju :
- latihan
11
13
15
18
20
- bertanding
7
8
10
11
12
Yudo
10
12
14
15
17

d. Pertumbuhan
Anak dan remaja mengalami pertumbuhan sehingga memerlukan penambahan energi. Energi tambahan dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang baru dan jaringan tubuh.


Tabel 5. Kebutuhan energi untuk pertumbuhan (kalori/hari)
Jenis kelamin anak
Umur
Tambahan energi



Anak laki-laki dan
10 – 14 tahun
2 kalori/kg berat badan
Perempuan
15 tahun
1 kalori/kg berat badan

16 – 18 ahun
0,5 kalori/kg berat badan

Cara Menghitung Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi dapat dihitung berdasarkan komponen-komponen penggunaan energi. Berdasarkan komponen-komponen tersebut, terdapat 6 langkah dalam menghitung kebutuhan energi untuk setiap atlet.
Langkah 1
Tentukan status gizi atlet dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dan presentase lemak tubuh. Indeks massa tubuh merupakan pembagian berat badan dalam kg oleh tinggi badan dalam satuan meter dikwadratkan. Sedangkan presentase lemak tubuh yaitu perbandingan antara lemak tubuh dengan masa tubuh tanpa lemak. Pengukuran lemak tubuh dilakukan dengan menggunakan alat skinfold caliper pada daerah trisep dan subskapula.
Langkah 2
Tentukan basal metabolic rate (BMR) yang sesuai dengan jenis kelamin, umur dan berat badan. Caranya menentukan BMR dengan melihat tabel 1 atau tabel 2.



Tambahkan BMR dengan specific dynamic action (SDA) yang besarnya 10% BMR, BMR + SDA (10% BMR)
Tabel 1. BMR untuk laki-laki berdasarkan berat badan
Jenis kelamin
Berat badan
(kg)
10 – 18 th
Energi (kalori)
18 – 30 th
30 – 60 th
Laki-laki
55
1625
1514
1499

60
1713
1589
1556

65
1801
1664
1613

70
1889
1739
1670

75
1977
1814
1727

80
2065
1889
1785

85
2154
1964
1842

90
2242
2039
1899

Tabel 2. BMR untuk perempuan berdasarkan berat badan
Jenis kelamin
Berat Badan
(kg)
10 – 18 th
Energi (kal)
18 – 30 th
30 – 60 th
Perempuan
40
1224
1075
1167

45
1291
1149
1207

50
1357
1223
1248

55
1424
1296
1288

60
1491
1370
1329

65
1557
1444
1369

70
1624
1516
1410

75
1691
1592
1450

Langkah 3
Aktifitas fisik setiap hari ditentukan tingkatnya. Kemudian, hitung besarnya energi untuk aktifitas fisik tersebut (tanpa kegiatan olahraga). Pilihlah tingkat aktifitas fisik yang sesuai, baik untuk perhitungan aktifitas total maupun perhitungan aktifitas fisik yang terpisah dan jumlahkan. Gunakan tabel 3 untuk menentukan tingkat aktifitas total.

Tabel 3 : Faktor aktifitas fisik (perkalian dengan BMR)
Tingkat aktifitas
Laki-laki
Perempuan
Istirahat di tempat tidur
1,2
1,2
Kerja sangat ringan
1,4
1,4
Kerja ringan
1,5
1,5
Kerja ringan – sedang
1,7
1,6
Kerja sedang
1,8
1,7
Kerja berat
2,1
1,8
Kerja berat sekali
2,3
2,0

Langkah 4
Kalikan faktor aktifitas fisik dengan BMR yang telah ditambah SDA

Langkah 5
Tentukan penggunaan energi sesuai dengan latihan atau pertandingan olahraga dengan menggunakan tabel 4. Kalikan jumlah jam yang digunakan untuk latihan per minggu dengan besar energi yang dikeluarkan untuk aktifitas olahraga. Total energi yang didapatkan dari perhitungan energi dalam seminggu, kemudian dibagi dengan 7 untuk mendapatkan penggunaan energi yang dikeluarkan per hari. Tambahkan besarnya penggunaan energi ini dengan besarnya energi yang didapatkan dari perhitungan langkah 4.





Tabel 4. Kebutuhan energi berdasarkan aktifitas olahraga (kal/menit)

Aktifitas Olahraga

Berat
Badan
(kg)




50
60
70
80
90


Balap sepeda :
- 9 km/jam
3
4
4
5
6


- 15 km/jam
5
6
7
8
9


- bertanding
8
10
12
13
15


Bulutangkis
5
6
7
7
9


Bola basket
7
8
10
11
12


Bola voli
2
3
4
4
5


Dayung
5
6
7
8
9


Golf
4
5
6
7
8


Hockey
4
5
6
7
8





Langkah 6
Apabila atlet tersebut masih dalam usia pertumbuhan, maka tambahkan kebutuhan energi sesuai dengan tabel 5

Tabel 5. Kebutuhan energi untuk pertumbuhan (kalori/hari)
Jenis kelamin anak
Umur
(Tahun)
Tambahan energi



Anak laki-laki
10 – 14
2 kalori/kg berat badan
dan perempuan
15
1 kalori/kg berat badan

16 – 18
0,5 kalori/kg berat badan

Contoh Perhitungan Kebutuhan Energi Seorang Atlet
Mary seorang mahasiswi berumur 20 tahun mempunyai tinggi badan 160 cm dan berat badan 60 kg. Dia seorang atlet bolavoli dalam tim nasional. Dia berlatih berupa lari 3 hari seminggu dengan kecepatan 5 menit per km selama satu jam. Selain itu, Mary berlatih bolavoli 2 kali seminggu selama 20 menit. Aktifitas sehari-hari berupa aktifitas ringan sedang, misalnya pergi ke kampus, belajar.

Cara menghitung kebutuhan energi
Langkah 1
Tentukan status gizi atlet dengan menggunakan indeks massa tubuh dan presentase lemak.
IMT = 60 : (1,6)2 = 23,4
Artinya atlet ini IMT dalam keadaan normal
Langkah 2
Tentukan BMR untuk wanita dengan berat badan 60 kg yaitu 1370 kalori (tabel 2)
Tentukan SDA yaitu 10% x 1370 = 137
Junlah BMR dengan SDA yaitu 1370 + 137 = 1507 kalori
Langkah 3 dan langkah 4
Tentukan faktor aktifitas fisik kerja ringan sedang yaitu 1,6 (tabel 3)
1,6 x 1507 = 2411,2
Langkah 5
Latihan lari setiap minggu yaitu : 3 x 60 x 12 = 2160 kal/mg
Latihan bolavoli setiap minggu yaitu : 2 x 20 x 3= 120 kal/mg
Gunakan tabel 4 pada perhitungan aktifitas olahraga.
Kebutuhan energi untuk aktifitas olahraga (lari dan latihan bolavoli) adalah 2160 + 120 = 2280 kalori/minggu.
Kebutuhan energi untuk aktifitas olahraga per hari adalah :
2280 : 7 = 325,7 kalori
Jadi total kebutuhan energi perhari adalah 2411,2 + 325,7 = 2736,9 kalori
Mary membutuhkan energi setiap hari yang berasal dari makanan yang dia konsumsi adalah 2736,9 kalori.
2). Mekanisme Penyediaan Dan Penggunaan Karbohidrat Selama Latihan
Produksi adenosine triphosphate (ATP) selama kerja otot yang intensif tergantung dari ketersediaan glikogen otot dan glukosa darah. Aktifitas fisik yang ringan mungkin dapat dihasilkan dengan sumber karbohidrat yang rendah. Namun tidak mungkin memenuhi kebutuhan ATP dan untuk mempertahankan tekanan kontraktil yang dibutuhkan otot untuk penampilan fisik yang lebih tinggi jika sumber energi ini habis.
Jaringan otot merupakan simpanan glikogen yang utama (400 g; 6,7 MJ), kemudian hati (70 g; 1,2 MJ) dan glukosa darah (2,5 g; 342 kJ). Jumlah ini dapat bervariasi diantara individu, dan tergantung faktor seperti intake atau asupan makanan. Walaupun karbohidrat bukan satu-satunya sumber energi, namun karbohidrat lebih dibutuhkan sebagai sumber energi otot untuk aktifitas fisik yang tinggi.
Kandungan glikogen otot pada individu yang tidak terlatih diperkirakan 70-110 mmol/kg berat otot. Di lain pihak atlet endurance yang terlatih dengan diet campuran dengan istirahat sehari, mungkin mempunyai kandungan glikogen otot 130-230 mmol/kg berat otot.
Penggunaan glikogen otot selama aktifitas fisik dipengaruhi berbagai faktor, misalnya intensitas latihan (latihan dengan intensitas tinggi, penggunaan glikogen meningkat), diet sebelum latihan (semakin tinggi simpanan glikogen, semakin lama atlet dapat melakukan latihan). Diet tinggi karbohidrat selama 3 hari menghasilkan simpanan glikogen sebanyak 200 mmol/kg berat otot, dengan lama latihan 170 menit.
Simpanan glikogen hati memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah selama masa istirahat (diantara waktu makan utama) dan selama latihan. Kadar glikogen hati dapat habis selama masa puasa yang lama (15 jam) dan dapat menyimpan 490 mmol glikogen dengan diet campuran sampai 60 mmol glikogen dengan diet rendah karbohidrat. Konsumsi makanan tinggi karbohidrat dapat meningkatkan glikogen kurang lebih 900 mmol. Namun karena simpanan glikogen hati ini sifatnya labil, disarankan agar latihan yang lama dilakukan 1-4 jam setelah makan makanan sumber karbohidrat yang terakhir. Jika latihan yang lama dilakukan pada pagi hari setelah puasa semalam, maka diet tinggi karbohidrat harus dikonsumsi pada tengah malam.
3. Karbohidrat Dan Persiapan Pertandingan
Pada jenis olahraga “Endurance” (daya tahan) dengan intensitas yang tinggi seperti maraton, triatlon dan cross country sangat membutuhkan simpanan glikogen daripada olahraga “Non-endurance” dimana intensitasnya rendah, atau tinggi hanya untuk waktu yang pendek misalnya senam, ski, lari jarak pendek, sepakbola, bolabasket.
Simpanan glikogen yang normal cukup atau adekuat untuk olahraga non endurance. Hal ini dapat dicapai dengan mengkonsumsi secara teratur diet tinggi karbohidrat (7-10 g CHO/kg BB/hari atau 55-70% CHO dari total energi), kemudian dilanjutkan mengurangi latihan dan meningkatkan konsumsi karbohidrat 10 g/kg BB/hari 24-36 jam sebelum bertanding. Sayangnya kebiasaan makan atlet tidak dapat memenuhi asupan CHO ini, sehingga simpanan glikogen menjadi rendah.
Pada olahraga non endurance yang dapat digambarkan dengan lama latihan terus menerus <>90 menit) dan ultra endurance (> 4 jam), simpanan glikogen yang normal tidak akan memenuhi. Untuk mengatasi hal ini dikenal tehnik yang dinamakan “Carbohydrate Loading” yang dapat meningkatkan simpanan glikogen 200-300%, dimana kelelahan dapat ditunda dan penampilan atlet dapat ditingkatkan.
4. Glikogen Atau Karbohidrat Loading
Cara yang asli (Astrand’s carbohydrate loading)
· Tujuh hari sebelum bertanding dilakukan latihan yang berat (hari 1) untuk menghabiskan simpanan glikogen
· Kemudian pada hari ke 2-4 diberikan diet rendah karbohidrat tinggi protein dan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, namun mencegah pengisian glikogen
· Pada hari ke 5-7 sebelum bertanding diberi diet tinggi karbohidrat (70% dari total energi) untuk memaksimalkan glikogen ke dalam otot yang habis glikogennya. Pada masa ini latihan dikurangi untuk menurunkan penggunaan glikogen otot dan menjamin simpanan yang maksimal pada hari pertandingan (hari ke 8)

Cara ini dapat meningkatkan simpanan glikogen dari kadar normal (80-100 mmol/kg BB) menjadi 200 mmol/kg BB. Manfaat dari karbohidrat loading ini dapat menunda kelelahan (dikenal dengan istilah “Hitting the wall” sampai 90-120 menit, dan dapat mencegah hipoglikemia (dikenal dengan istilah “Bonking”

Karbohidrat loading yang dimodifikasi
Modifikasi karbohidrat loading dilakukan dengan menghilangkan fase latihan yang berat serta pembatasan karbohidrat. Enam (6) hari sebelum pertandingan, diberikan makanan dengan tinggi karbohidrat (70% dari total energi) diikuti dengan jadwal latihan yang sedang selama 3 hari, dilanjutkan 3 hari dengan latihan ringan. Kenaikan konsentrasi glikogen otot diperoleh sebesar 130-205 mmol/kg BB dibandingkan dengan 80-212 mmol/kg BB dengan cara Astrand. Selain itu penghilangan latihan yang keras serta pembatasan karbohidrat, akan menurunkan resiko luka dan efek samping.

Atlet dan pelatih perlu memperhatikan kebutuhan latihan dan diet untuk memaksimalkan karbohidrat loading. Sementara kadar glikogen dapat ditingkatkan dalam waktu 24 jam dengan diet tinggi karbohidrat (7-10 g/kg BB atau 70-85% dari total energi), diperlukan waktu 3 – 5 hari untuk mencapai kadar yang maksimal. Tiga (3) hari diet tinggi karbohidrat umumnya dirasakan cukup untuk kompetisi dan juga untuk meminimalkan lipogenesis.

Jenis karbohidrat yang dikonsumsi atlet pada setiap kali makan utamanya harus berasal dari makanan sumber karbohidrat yang bergizi, namun makanan tsb volumenya besar (bulky) sehingga dapat mempengaruhi asupan yang adekuat atau meningkatkan frekuensi buang air besar. Penggunaan gula dan bentuk karbohidrat lain yang padat dapat menjamin konsumsi energi dan karbohidrat yang adekuat. Mengurangi jumlah serat atau pemberian makanan cair mungkin dapat dilakukan.

KEBUTUHAN PROTEIN
Protein dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari dapat berasal dari hewani maupun nabati. Protein yang berasal dari hewani seperti daging, ikan, ayam, telur, susu, dan lain-lain disebut protein hewani, sedangkan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan, tempe, dan tahu disebut protein nabati. Dahulu, protein hewani dianggap berkualitas lebih tinggi daripada protein nabati, karena mengandung asam-asam amino yang lebih komplit. Tetapi hasil penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa kualitas protein nabati dapat setinggi kulaitas protein hewani, asalkan makanan sehari-hari beraneka ragam. Dengan susunan hidangan yang beragam atau sering pula disebut sebagai menu seimbang, maka kekurangan asam amino dari bahan makanan yang satu, dapat ditutupi oleh kelebihan asam-asam amino dari bahan makanan lainnya. Jadi dengan hidangan : ada nasi atau penggantinya, lauk-pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan, apalagi bila ditambah susu, maka susunan hidangan adalah sehat. Bukan saja jumlah atau kualitas zat-zat gizi yang kita butuhkan tercukupi, tetapi juga kualitas zat-zat gizi yang kita konsumsi bermutu tinggi.
Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, pembentukan otot, pembentukan sel-sel darah merah, pertahanan tubuh terhadap penyakit, enzim dan hormon, dan sintesa jaringan-jaringan badan lainnya. Protein dicerna menjadi asam-asam amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan jaringan lain. Protein dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu berdiit ketat atau pada waktu latihan fisik intensif. Sebaiknya, kurang lebih 15% dari total kalori yang dikonsumsi berasal dari protein.
Kebutuhan akan protein bervariasi antar atlet. Menurut Angka Kecukupan Konsumsi Zat-zat Gizi, seseorang membutuhkan 1 g protein per kg berat badan, tetapi ada atlet yang membutuhkan lebih banyak, misalnya seorang pelari yang sedang berlatih intensif, atau seseorang yang sedang berdiit yang mengkonsumsi rendah kalori, atau seorang pemula yang baru mulai berlatih. Di bawah ini diilustrasikan anjuran konsumsi protein:

Macam Atlet
Gram protein/kg BB
Atlet berlatih ringan
1,0
Atlet yang rutin berlatih
1,2
Atlet remaja (sedang tumbuh)
1,5
Atlet yang memerlukan otot
1,5

Untuk menghitung berapa banyak protein yang dibutuhkan sangat mudah. Mula-mula, anda mengidentifikasi diri termasuk golongan atlet yang mana, misalnya termasuk atlet yang secara rutin berlatih. Umur anda 25 tahun, dan berat badan 70 kg. Maka anda setiap hari sesungguhnya membutuhkan sebanyak 70 x 1,2 g protein = 84 g protein.
Kemudian anda membuat lis makanan dan minuman selama 24 jam, misalnya mulai anda bangun pagi hari sampai pagi hari berikutnya dicatat jenis, komposisi, dan banyaknya makanan dan minuman yang dikonsumsi. Dengan mempergunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) anda akan mengetahui jumlah protein yang dikonsumsi dalam sehari. Kemudian dibandingkan dengan anjuran, apakah kurang atau lebih banyak dari yang direkomendasikan.

KEBUTUHAN LEMAK
Lemak merupakan zat gizi penghasil energi terbesar, besarnya lebih dari dua kali energi yang dihasilkan karbohidrat. Namun, lemak merupakan sumber energi yang tidak ekonomis pemakaiannya. Oleh karena metabolisme lemak menghabiskan oksigen lebih banyak dibanding karbohidrat.
Lemak atau trigliserida di dalam tubuh diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Selain penghasil energi, lemak merupakan alat pengangkut vitamin yang larut dalam lemak dan sebagai sumber asam lemak yang esensial, misalnya asam lemak linoleat. Olahraga endurance merupakan olahraga yang dilakukan dengan intensitas rendah sampai sedang (submaksimal) dan berlangsung dalam waktu lama. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama olahraga endurance.
Sumbangan lemak sebagai energi untuk kontraksi otot tergantung dari intensitas dan lamanya latihan olahraga. Olahraga dengan intensitas rendah dan sedang serta dilakukan dalam jangka waktu lama, energi yang dibebaskan selain karbohidrat, kebanyakan berasal dari lemak.
Lemak yang dapat dioksidasi sebagai sumber energi terdiri atas trigliserida, asam lemak bebas dan trigliserida intra muskular. Asam lemak bebas yang terikat dengan albumin di dalam darah hasil metabolisme dari jaringan lemak merupakan sumbangan yang besar pada metabolisme lemak saat otot berkontraksi. Sedangkan asam lemak bebas yang terikat dengan albumin di dalam darah hasil metabolisme dari trigliserida intra muskular dan trigliserida plasma selama kontraksi otot tidak diketahui secara jelas.
Kontraksi otot terjadi karena adanya energi hasil beta oksidasi asam lemak bebas dan reaksi biokimiawi dalam jalur Kreb’s yang berasal dari lipolisis jaringan lemak. Otot mendapatkan asam lemak bebas dan menggunakannya dalam bentuk energi biasanya ditentukan oleh konsentrasi lemak dalam darah dan kemampuan otot untuk oksidasi asam lemak. Peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah dan penggunaannya oleh otot dapat mengurangi penggunaan glokogen dan glukosa darah. Kadar asam lemak biasanya memuncak setelah 2-4 jam aktifitas olahraga.
Trigliserida intra muskular dapat juga digunakan oleh otot untuk berkontraksi. Trigliserida intra muskular dipercaya lebih penting pada awal kontraksi otot dan selama olahraga dengan intensitas tinggi, dimana lipolisis jaringan lemak untuk pembentukan energi masih terhambat.

KEBUTUHAN AIR
Air tidak mengandung energi, tetapi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan tubuh manusia akan air dalam sehari sesuai dengan banyaknya air yang keluar atau yang hilang dari tubuh.
Pada keadaan normal dan ideal yaitu diet rendah cairan, aktifitas fisik minimal serta tidak ada keringat yang keluar, orang dewasa membutuhkan air sebanyak 1500 –2000 ml sehari. Sumber air untuk kebutuhan tubuh biasanya didapat dari hasil oksidasi zat gizi, makanan, minuman dan baverage.
Saat berolahraga kebutuhan air tentu akan lebih banyak dibanding dalam keadaan istirahat. Oleh karena saat berolahraga suhu tubuh meningkat dan tubuh menjadi panas. Tubuh yang panas berusaha untuk menjadi dingin dengan cara berkeringat.
Banyaknya keringat yang keluar tergantung dari ukuran tubuh, jenis olahraga, intensitas olahraga, lamanya olahraga, cuaca dan kelembaban lingkungan, serta jenis pakaian atlet. Keringat yang keluar saat olahraga sebagian besar terdiri atas air, namun keringat juga mengandung elektrolit. Perubahan status cairan tubuh saat berolahraga disebabkan oleh peningkatan produksi keringat dan asupan cairan ke dalam tubuh yang sedikit. Defisit air sebanyak 1% dari berat badan yang keluar dalam bentuk keringat saat berolahraga terbukti mengurangi toleransi tubuh terhadap olahraga. Sedangkan, defisit air 3% sampai dengan 10% dari berat badan selama mengikuti olahraga menyebabkan penurunan prestasi olahraga, meningkatkan risiko cedera, serta berbahaya untuk atlet.
Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, pemberian cairan yang adekwat ditujukan untuk mencegah cedera akibat panas tubuh yang berlebihan, misalnya heat exhaustion, heat stroke. Nasihat yang paling baik saat berolahraga untuk mencegah kekurangan cairan adalah minum air sebelum, selama dan setelah berolahraga. Minum air jangan menunggu sampai rasa haus timbul. Oleh karena, rasa haus tidak cukup baik sebagai indikator keinginan untuk minum. Keinginan minum air lebih banyak dan lebih sering karena kebiasaan, bukan karena adaptasi fisiologis. Rasa haus baru timbul apabila tubuh telah mengalami kekurangan air (dehidrasi).
Penggantian air yang adekwat selama berolahraga sangat penting untuk memelihara penampilan yang optimal dan memelihara kesehatan. Minumlah air 30 – 60 menit sebelum bertanding sebanyak 150 –250 ml. Air dingin kira-kira 10 o C lebih baik dari pada air hangat. Oleh karena air dingin lebih cepat diserap oleh usus, sehingga waktu pengosongan lambung lebih cepat. Pemberian air dalam jumlah yang sama dianjurkan pada atlet saat beristirahat diantara pertandingan. Selama bertanding, atlet dianjurkan minum secara teratur setiap 10 – 15 menit sebanyak 150 – 250 ml air dingin.
Segera setelah bertanding, pemberian minuman ditujukan untuk mengganti cairan yang hilang dan mendinginkan tubuh. Atlet setelah pertandingan harus segera minum air dingin sebanyak 150 – 250 ml. Selanjutnya atlet dapat minum air yang mengandung karbohidrat, elektrolit dan mineral serta vitamin.
Penelitian menunjukkan bahwa penggantian air akibat keringat yang keluar lebih penting daripada penggantian elektrolit. Kasus kehilangan elektrolit yang serius atau ketidak seimbangan elektrolit pada atlet jarang terjadi dibanding dehidrasi akibat defisit air. Kekecualian misalnya terjadi pada atlet yang melakukan olahraga sangat berat di bawah cuaca panas dan kelembaban tinggi. Keringat yang keluar jumlahnya sangat banyak, selain air juga mengandung elektrolit.

KEBUTUHAN ELEKTROLIT
Cairan tubuh selain mengandung aiar juga mengandung bahan lain yang diperlukan oleh tubuh seperti elektrolit. Elektrolit dalam cairan tubuh terdiri dari kation dan anion. Katiaon utama dalam cairan tubuh adalah sodium (Na+) dan potasium (K+), sedangkan anion utama adalah klorida (Cl-).
Sodium merupakan kation yang terbanyak di dalam cairan ekstra sel dan bertanggung jawab untuk mempertahankan osmolalitas cairan ekstra sel. Asupan sodium berkisar antara 3 – 8 gram (130-250 meq) per hari. Makanan sumber utama sodium adalah garam dapur. Selain itu sodium banyak didapat pada keju dan makanan olahan lainnya.
Potasium merupakan kation terpenting di dalam cairan intra sel. Asupan potasium berkisar antara 2 – 6 gram (50-150 meq) per hari. Makanan sumber utama potasium adalah daging, buah-buahan. Secara umum potasium banyak terdapat pada pisang, orange juice. Keringat merupakan cairan hipotonik dibanding dengan plasma. Konsentrasi elektrolit dalam keringat juga lebih rendah dibandiong dengan cairan tubuh lainnya. Sodium dan klorida merupakan elektrolit yang paling banyak ditemukan dalam keringat, namun jumlahnya hanya sepertiga dari yang ditemukan di plasma. Sedangkan potasium dan magnesium dalam keringat jumlahnya sangat kecil.
Sodium hilang terutama melalui keringat yang berlebihan. Oleh karena itu atlet yang mengalami pengeluaran keringat yang sangat banyak harus diperhatikan penggantian sodium. Hiponatremi yang terjadi pada atlet dapat mengakibatkan penurunan efisiensi kerja otot sehingga berpengaruh terhadap prestasi olahraga. Potasium yang hilang melalui keringat jumlahnya sangat sedikit. Potasium yang disimpan di dalam sel tubuh jumlahnya sangat banyak dan tidak terpangaruh oleh hilangnya potasium melalui keringat. Beberapa ahli percaya bahwa kehilangan potasium dalam keringat akan mempengaruhi prestasi olahraga.
Konsentrasi sodium dan potasium pada keringat dipengaruhi oleh jumlah keringat yang keluar. Berdasarkan hasil penelitian para ahli, jumlah keringat sebanyak 200 ml per jam menyebabkan kehilangan cairan yang mengandung 12 mmol sodium dan 4 sampai dengan 5 mmol potasium. Sedangkan keringat sebanyak 1000 ml per jam mengakibatkan kehilangan cairan yang mengandung 40 mmol sodium dan 4 sampai dengan 5 mmol potasium.
Penelitian menunjukkan bahwa suplemen sodium dan potasium tidak diperlukan selama olahraga yang berlangsung simgkat (1 jam atau kurang). Garam yang tersedia pada makanan sehari-hari sudah cukup mempertahankan keseim-bangan sodium dan potasium selama bertanding pada olahraga tingkat sedang.

Pengaturan Makan pada Masa Pertandingan
Menghadapi pertandingan pengaturan gizi perlu dilakukan secara seksama karena harus mempertimbangkan sasaran pencapaian puncak prestasi yang diinginkan.
Tujuan pengaturan makan:
1. Meningkatkan cadangan glikogen otot dan mencegah terjadinya hypoglikemi
2. Menjaga status hidrasi
3. Menenangkan lambung agar tidak menimbulkan masalah pada lambung. Dengan pengaturan waktu makan yang tepat sebelum bertanding, makanan dalam lambung akan menetralisir cairan lambung, sehingga lambung tidak terasa nyeri dan mengurangi rasa lapar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan makanan atlet adalah:
1. Waktu atau kesempatan yang ada untuk mengembalikan cadangan glikogen dan status hidrasi dalam periode pertandingan atau turnamen yang diikuti atlet atau jarak waktu sejak terakhir latihan dengan waktu tanding.
2. Jadwal pertandingan dari setiap cabang olahraga dengan interval waktu (jeda) tiap sesi pertandingan
3. Khusus untuk cabang olahraga dengan klarifikasi berat badan perlu diperhatikan apakah cara-cara penurunan/penambahan berat badan dilakukan dengan benar.
4. Adanya resiko gangguan pencernaan karena jenis makanan dan waktu makan yang tidak tepat.

A. Pengaturan makan Sebelum Pertandingan (Persiapan Pertandingan)
Tujuan :
Memberi makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dari zat gizi agar dapat membentuk cadangan glikogen otot.
Prinsip pengaturan Makanan :
Makanan lebih banyak hidrat arang komplek untuk meningkatkan cadangan glikogen. Untuk meningkatkan cadangan glikogen perlu diperhatikan:
a. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya cadangan glikogen adalah: jumlah hidrat arang yang dikonsumsi, banyaknya pengosongan glikogen, waktu mengkonsumsi hidrat arang, jenis hidrat arang, adanya zat gizi lain, ada tidak kerusakan otot dari latihan yang dilakukan selama pemulihan.
b.Faktor yang mempengaruhi terbentuknya cadangan glikogen hati adalah pencernaan dan jenis hidrat arang.
Makanan rendah lemak karena proses pencernaan lemak memakan waktu lama. Protein cukup tidak perlu berlebihan karena akan meningkatkan pengeluaran cairan.
Mengurangi jenis makanan yang tinggi serat karena akan menyebabkan lambung penuh.
Minuman cukup terutama bila pertandingan diadakan dalam cuaca panas.
Mengatur waktu makan dan jenis makanan yang dikonsumsi sesuai jadwal pertandingan
Usahakan agar makanan yang dikonsumsi sebelum bertanding sudah dikenal dan atlet sudah terbiasa dengan makanan tersebut.
B. Pengaturan Makan Saat Tanding

Tujuan :
Memberi makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dari zat gizi, agar cadangan glikogen dan status hidrasi tetap terpelihara. Atlet dari cabang olahraga tertentu yang bertanding dalam jangka waktu lama atau bertanding pada cuaca panas sangat beresiko untuk kehilangan cairan lebih banyak. Beberapa hal yang perlu diketahui tentang status hidrasi pada atlet antara lain:
· Dehidrasi akan lebih parah bila atlet bertanding pada cuaca panas
· Dehidrasi dapat terjadi pada atlet dengan klasifikasi berat badan terutama yang menurunkan berat badannya secara cepat dalam jangka waktu pendek.
· Dehidrasi dapat berpengaruh terhadap fungsi mental, konsentrasi dan keterampilan
· Dehidrasi di atas 3-4% dari berat badan meningkatkan risiko gangguan pencernaan
· Pada umumnya bila pertandingan berlangsung lebih dari 30 menit dengan intensitas tinggi terutama pada cuaca panas memerlukan penanganan yang lebih seksama untuk menjaga status hidrasi atlet.

Dasar pemikiran pemberian makanan dan minuman pada saat tanding :
1. Waktu pertandingan berlangsung, lama pertandingan, waktu istirahat, cuaca dan intensitas latihan
2. Kehilangan glikogen setelah aktivitas yang lama dapat diganti dengan sekitar 50 gram hidrat arang perjamnya dalam bentuk cair atau padat.
3. Jumlahcairan yang dapat didistribusikan dalam tubuh, dipengaruhi oleh volume, kecepatan menggerakkan lambung dan absorpsi di usus halus.

Prinsip pengaturan makan dan minum pada saat tanding
1. Pemberian minuman, cairan yang menggulung dengan hidrat arang terutama diberikan terhadap atlet yang bertanding 30-60 menit terus menerus, atau cabang olahraga yang waktu tandingnya lama, atlet yang menurunkan berat badan pada cabang olahraga dengan klasifikasi berat badan atau pada cuaca panas.
2. Waktu pemberian dapat dilakukan pada saat istirahat, penggantian pemain, atau waktu tanding, di jalan atau tempat-tempat yang telah ditentukan oleh panitia.
3. Minuman atau cairan sebaiknya bersuhu sejuk dan atlet telah terbiasa dengan jenis minuman tersebut. Minum dengan intreval tertentu dan jangan menunggu sampai rasa haus datang. Minum 150-250 ml setiap 15-20 beraktifitas intensif dapat mencegah dehidrasi. Pada umumnya toleransi tubuh minum cairan antara 800-1200 ml/jam.
4. Apabila diberikan cairan yang mengandung hidrat arang maka jumlah hidrat arang yang dibutuhkan 30-60 gr/jam. Pada umumnya sport drink yang biasa dikonsumsi atlet mengandung 3-8 % glucose.

C. Pengaturan Waktu Makan
Waktu makan :
3 – 4 jam sebelum bertanding : Makanan utama terdiri dari nasi sayur, lauk pauk dan buah.
2 – 3 jam sebelum bertanding : snack/makanan kecil, misalnya Krakers, roti dan lain-lain
1 – 2 jam sebelum bertanding : Makanan cair/minuman misalnya Juice, buah, teh dan lain-lain.
< 1 jam sebelum bertanding : Cairan/minuman
Contoh pengaturan waktu makan :
Pertandingan pukul 08.00 :

Makan malam sebelum hari bertanding, makanan utama lengkap dengan porsi nasi beserta lauk hewani 1 macam dikukus/dibakar, sayuran dan buah.
Menjelang tidur, minum extra cairan.
Makan pagi pukul 5.00 – 5.30, makanan ringan misaln;ya roti bakar tanpa margarin isi selai, juice buah dan the. Pilih makanan yang telah dikenal atlet.
Pertandingan pukul 10.00:
Makan malam sebelum bertanding, makanan utama lengkap dengan porsi nasi yang besar dan minum yang cukup.
Makan pagi jam 7.00, makanan utama lengkap.
Bila olahragawan tidak dapat makan lengkap pada waktu makan pagi karena beban psikologis, maka menjelang tidur sebaiknya makan snack/makanan ringan. Ini untuk menjaga agar kadar gula darah tetap stabil pada pagi harinya. Makan pagi dapat berupa snack berat, seperti supermi atau roti.

Pertandingan pukul 14.00:
Makan malam sebelum hari bertanding, makan pagi dan siang pada hari bertanding, makan makanan lengkap dengan porsi nasi yang besar, (hidari gorengan dan santan) lau;k satu macam dan buah. Makan pagi sebaiknya dilakukan pukul 7.00-8.00, makan siang 13.00 dapat diberikan makanan ringan seperti krackers, biskuit atau makanan cair yang terbuat dari tepung maezena, havermoot. Minum ekstra air mulai sampai dengan pukul 14.00 menjelang pertandingan.

Pertandingan pukul 20.00 :
Makan malam sebelum hari bertanding, makan pagi dan makan siang terdiri dari makanan lengkap dengan porsi nasi yang lebih banyak. Minum extra cairan sepanjang hari. Makan pukul 17.00, terdiri dari makanan ringan seperti roti, krackers, kue-kue basah yang tidak digoreng atau diberi santan.

Pertandingan Sepanjang Hari:
Sehari sebelum bertanding istirahat yang cukup, dan makan pagi, siang dan malam terdiri dari makanan lengkap tinggi hidrat arang. Minuman ekxtra cairan sepangjan hari. Pada hari pertandingan, makan pagi tergantung toleransi atlet seperti biasanya pada hari pertandingan usahakan makan snack tinggi hidrat arang (krackers, biskuit) setiap 1,5 – 2 jam untuk mempertahankan gula darah dalam keadaan normal, makan sianganya makanan rendah lemak, berarti makanan tidak boleh digoreng, tidak menggunakan santan kental. Minumlah air sebelum merasa haus.

D. Pengaturan Makan Setelah Pertandingan
Tujuan :
Memberi makanan yang memenuhi kalori dan zat gizi untuk memulihkan glikogen otot, status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Minum setelah bertanding sangan penting untuk memulihkan status hidrasi.
2. Setiap penurunan 5000 gram berat badan, tubuh memerlukan 500 cc air
3. Pada penurunan berat badan 4-7%, berat badan akan kembali normal setelah 24-48 jam.
4. Minuman diberikan dengan interval waktu tertentu
5. Minumlah jenis juice buah yang banyak mengandung kalium dan natrium; misalnya juice tomat, belimbing dll
6. Untuk memulihkan kadar gula darah, tubuh memerlukan karbohidrat
7. Kebutuhan karbohidrta 1 jam setelah bertanding 1 gr/kg berat badan. Misalnya berat badan 60 kg kebutuhan karbohidrat 60 gr atau 240 kalori.
8. Pilihlah karbohidrta kompleks (pati) dan disacarida
9. Sebaiknya makanan tersebut dalam bentuk cairan
10. Pada umumnya setelah bertanding atlet malas makan oleh karena itu porsi makanan diberikan ½ porsi dari biasanya.
Cara pemberian :
1. Segera setalah bertanding minum air dengan suhu 5° C (sejuk), 1-2 gelas
2. ½ jam setelah bertanding, juice buah 1 gelas
3. 1 jam setelah bertanding : juice buah 1 gelas dan snack raingan atau makanan cair yang mengandung karbohidrat sebanyak 300 kalori.
4. 2 jam setelah bertanding makan lengkap dengan porsi kecil; sebaiknya diberi lauk yang banyak mengandung natrium dan sayuran yang tinggi kalium. Sayuran berkuah lebih bermanfaat untuk mencukupi cairan dan mineral.
5. 4 jam kemudian atlet biasanya baru merasa lapar. Utuk itu dapat disediakan makanan yang mudah dimasak. Penyediaan makanan pada malam hari menjelang tidur, mutlak diperlukan bagi atlet yang bertanding malam hari. Jenis hidangan yang disukai atlet adalah mie bakso, supermi dan lain-lain.

































DAFTAR PUSTAKA


Burke, L; Vicki Deakin. 1994. Clinical Sport Nutrition, Mc-Graw-Hill Co. Sydney
Burke, L. 1995. The Complete Guide for Sport Performance, Allen & Unwin, Australia.
Depkes. 1993. Pedoman Pengaturan Makanan Atlet. Jakarta
Depkes. 1995. Gizi Atlet untuk Prestasi. Jakarta
Th. Sediyanti. 1993.Masalah-masalah Dalam Pelayanan Makanan Atlet dan Pemecahannya, PON XIII Tahun 1993. Jakarta.
Oey KN .1992. Daftar Analisis Bahan Makanan, Fak. Kedoktran UI. Jakarta
Tim Penilai Jasa Boga.1996. Laporan Tim Penilai Jasaboga PON XIV Tahun 1996. Jakarta.

Rabu, 13 Januari 2010

Heart Rate dan Mets

MEMBANGUN KESIAPAN MENTAL
DAN UPAYA MENANGGULANGI STRESS PADA ATLET
(M. AHKAM AMIN, S.Pd)


A. PENDAHULUAN
Manusia adalah dwi tunggal dari fisik dan psikologis. Yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Ketegangan atau stress yang dirasakan oleh suatu bagian akan dirasakan pula oleh bagian lainnya. Manusia tidak dapat menghindarkan diri dari pengaruh emosi. Dapat dikatakan setiap atlet menginginkan hasil prestasi yang baik berdasarkan kemampuannya.
Menurut Herman Subardjah (2000:55) mengemukakan kesiapan aspek psikologis atlet akhir-akhir ini banyak memperoleh perhatian dalam program pembinaan. Kondisi psikologis dapat dibedakan atas dua macam yaitu yang menunjang penampilan dan yang menghambat atau mengganggu penampilan atau prestasi. Aspek psikologis yang menunjang prestasi diantaranya : motivasi tinggi, aspirasi kuat, kematangan kepribadian. Sedangkan aspek yang mengganggu prestasi diantaranya : ketegangan dan kecemasan, motivasi rendah, gangguan emosional, keraguan atau takut.
Keberhasilan seorang atlet ditentukan oleh kesiapan fisik dan mental. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performance atlet baik saat latihan maupun saat bertanding. Coba Anda bayangkan, jika sebelum bertanding sang atlet mengalami cek cok berat dengan keluarganya, amat mungkin jika situasi itu mempengaruhi kestabilan emosi, daya konsentrasi dan menguras energi. Contoh lain, jika sebelum bertanding sang atlet kurang memiliki kesiapan mental menghadapi lawan yang berat sehingga timbul keraguan yang besar dan rasa tidak percaya diri yang menghalangi kemampuannya untuk tampil optimal. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika sejak dini, soal membina kesiapan mental atlet menjadi porsi yang penting agar masalah kepribadian dan konflik-konflik sang atlet dapat dikelola dengan baik sehingga ia tetap tampil optimum.
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang. denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.
B. PEMBAHASAN
1. Fungsi Psikologi Olahraga bagi kesiapan mental atlet
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal dengan "psikotes", dengan bantuan psikometri.
Profil psikologis atlet biasanya berupa gambaran kepribadian secara umum, potensi intelektual dan fungsi daya pikimya yang dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa calon atlet berbakat dapat ditelusuri semata-mata dari profil psikologisnya. Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis (diuraikan kemudian) yang terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program tersebut.
2. Upaya Menanggulangi Stress Pada Atlet
Stress sebelum bertanding adalah hal yang lumrah, namun mampu mengelola stress atau tidak adalah sebuah kemampuan yang harus ditumbuhkan. Stress bisa jadi pemicu semangat dan motivasi untuk maju, namun stress berlebihan bisa berdampak negatif. Tanpa kesiapan mental, sang atlet akan sulit mengubah energi negatif (misal, yang dihasilkan dari keraguan penonton terhadap kemampuan sang atlet) menjadi energi positif (motivasi untuk berprestasi) sehingga akan menurunkan performancenya (dengan gejala-gejala sulit berkonsentrasi, tegang, cemas akan hasil pertandingan, grogi, mengeluarkan keringat dingin, dll). Bahkan sangat mungkin jika sang atlet terpengaruh oleh energi negatif para penonton.

Faktor-faktor Yang Dapat Membatu Atlet Dalam Menaggulangi Stress di Lapangan
Urusan energi dan emosi begitu signifikan dampaknya bagi prestasi dan penampilan sang atlet, sementara kita tidak bisa mensterilkan atlet dari masalah yang datang dan pergi dalam kehidupannya. Menurut Nasution (2007) dalam Pudji Susilowati (2008:1) mengemukakan, ada beberapa faktor yang dapat membantu atlet mengatasi stress dilapangan diantarnya :
a. Berpikir positif
Bisa atau tidaknya seorang atlet berpikir positif, bisa mempengaruhi mentalitasnya di lapangan. Kemampuan menemukan makna dari tiap peluang, event, situasi, serta orang yang dihadapi adalah cara untuk menimbulkan pikiran positif. Sering terdengar bahwa pemain A atau B tidak terduga bisa memenangkan pertandingan padahal targetnya adalah berusaha main sebaik mungkin. Alasannya, karena lawannya bagus dan pertandingan ini jadi moment penting untuk meng up gradeƂ­ kualitas diri dan permainannya. Artinya, sang atlet mampu melihat sisi lain yang membuat dirinya tidak terbebani ambisi. Pikiran rileks dan fokus pada permainan berkualitas akhirnya mempengaruhi sikap atlet tersebut saat bertanding dimana ia jadi berhati-hati dan cermat dalam proses, dan tidak grasah grusuh ingin cepat-cepat mencetak skor.
Pyke (1991) dalam Singgih D. Gunarsa (1996:122) mengemukakan tentang pentingnya latihan mental bagi seorang atlet. Menurutnya melalui latihan mental seorang atlet akan belajar memiliki sikap positif dalam meraih prestasi olahraga. Yang dimaksud dengan sikap positif pada atlet tidak semata-mata ingin menang, tetapi lebih menghargai proses usahanya untuk meraih kemenangan.
Jadi, pikiran positif bisa menggerakkan motivasi yang tepat, sehingga mengeluarkan besaran energi dan tekanan yang tepat untuk menghasilkan tindakan konstruktif. Dampaknya bisa beragam, bisa kerja sama yang baik, performance yang optimum, atau pun kemenangan.
Pikiran positif akan diikuti dengan tindakan dan perkataan positif pula, karena pikiran akan menuntun tindakan. Sebagai contoh, jika dalam bermain bulutangkis terlintas pikiran negatif seperti, "takut salah, takut out, takut bola pukulannya tanggung" dan sebagainya, maka kemungkinan terjadi akan lebih besar. Karena itu cobalah dan biasakan untuk selalu berpikir positif, hindari yang negatif. Demikian juga dalam memberikan instruksi kepada atlet. Daripada mengatakan: "Kamu ini susah sekali sih diajarnya..., salah terus...! Awas, jangan berhenti sebelum bisa!", lebih baik mengatakannya dengan cara yang positif walaupun maksudnya sama: "Ayo, coba lagi pelan-pelan, kamu pasti bisa melakukannya. Perhatikan, tangannya, begini... langkahnya, ke sini... kena bolanya, di sini... ayo dicoba".
Sebagai pelatih, kepercayaan terhadap kemampuan atlet untuk dapat memperoleh prestasi yang baik sangat penting. Cemooh, celaan, dan kritik yang pedas yang tidak pada tempatnya, justru akan membuat atlet bereaksi negatif dan berakibat akan menurunkan motivasi yang diikuti dengan penurunan prestasi.
b. Motivasi
Tingkat motivasi dan sumber motivasi atlet akan mempengaruhi daya juangnya. Kalau kurang termotivasi, otomatis daya juangnya pun kurang. Kalau highly motivated, maka daya juangnya juga tinggi. Kalau sumber motivasi ada di luar (ekstrinsik), maka kuat lemahnya daya juang sang atlet pun sangat situasional, tergantung kuat lemah pengaruh stimulus. Contoh, makin besar hadiahnya, makin kuat daya juangnya. Makin kecil hadiahnya, makin kecil usahanya. Yang paling baik jika sumber motivasi ada di dalam diri, tidak terpengaruh situasi, apalagi iming-iming hadiah. Atlet yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, maka sejak awal berlatih dia sudah secara konsisten dan persisten mengusahakan yang terbaik. Kepuasannya terletak pada keberhasilannya untuk mencapai yang terbaik di setiap tahap proses latihan, bukan hanya saat bertanding. Masalah yang ada pasti punya pengaruh, namun selama motivasi internalnya kuat, atlet tersebut mampu untuk sementara waktu menyingkirkan beban emosi yang dirasa memperberat gerakannya.
c. Sasaran yang jelas
Mengetahui sejauh mana dan setinggi apa sasaran yang harus dicapai, mempengaruhi tingkat daya juang, usaha dan kualitas tempur atlet. Sementara, ketidakpastian bisa melemahkan motivasi. Ketidakpastian ini bentuknya beragam. Kalau tidak jelas siapa musuhnya, sasarannya, medan perangnya, tingkat kesulitannya, targetnya, waktunya, akan membuat sang atlet kebingungan dan energi nya juga tidak fokus, strategi nya pun tidak spesifik dan standar kualitasnya jadi tidak bisa ditentukan, bisa terlalu rendah bisa juga terlalu tinggi. Dalam keadaan membingungkan seperti ini, atlet jadi sangat rentan terhadap masalah.
d. Pengendalian emosi
Ketidakmampuan mengendalikan emosi bisa mengganggu konsentrasi dan keseimbangan fisiologis. Pengendalian emosi tidak bisa muncul dalam semalam, karena sudah menjadi bagian dari kepribadian atlet. Hal ini bukan berarti tak bisa dirubah, namun perlu proses untuk mengembangkan kemampuan mengelola emosi dengan proporsional. Jadi, kalau atlet tersebut masih punya masalah dalam pengendalian emosi, maka dia lebih mudah terstimulasi oleh berbagai masalah apapun bentuknya, entah itu kelakuan penonton / supporter, sikap pelatih, tindakan teman-temannya, dsb.
e. Daya tahan terhadap stress
Jika tingkat stress berada di atas ambang kemampuan sang atlet dalam me-manage stressnya maka akan mengakibatkan prestasi atlet menurun, namun jika tingkat stres berada dibawah ambang maka atlet tidak akan termotivasi untuk berprestasi. Jika tingkat stres berada pada level toleransi kemampuannya maka atlet akan mampu berprestasi.
f. Rasa percaya diri
Kurangnya rasa percaya diri akan mempengaruhi keyakinan dan daya juang sang atlet. Masalah yang muncul saat berlatih maupun bertanding bisa saja memperlemah rasa percaya dirinya, meski sang atlet sudah berlatih dengan baik. Apalagi jika masalah yang dihadapi berkaitan dengan konsep dirinya. Misalnya, sang atlet selalu memandang dirinya kurang baik, kurang sempurna, maka seruan "uuuuuu" penonton bisa dianggap konfirmasi atas kekurangan dirinya, meskipun pada kenyataannya atlet tersebut tergolong berprestasi.
g. Daya konsentrasi
Atlet yang punya kemampuan konsentrasi tinggi, cenderung mampu mempertahankan performance meski ada gangguan, interupsi atau masalah. Kalau daya konsetrasi atlet rendah, maka ia mudah melakukan kesalahan jikalau terjadi interupsi baik saat latihan maupun pertandingan.
h. Kemampuan evaluasi diri
Kemampuan evaluasi ini juga diperlukan untuk melihat hubungan antara masalah dengan performance-nya. Tanpa kemampuan untuk melihat ke dalam, atlet akan terjebak dalam masalah dan kesalahan yang berulang.
i. Minat
Jika si atlet memang memiliki minat yang tinggi pada cabang olahraga yang dipilihnya, maka ia akan melakukan olahraga tersebut sebagai suatu kesenangan bukan sebagai beban.
j. Kecerdasan (emosional dan intelektual)
Kecerdasan emosional dan intelektual merupakan elemen yang dapat memproduksi kemampuan berpikir logis, obyektif, rasional serta kemampuan mengambil hikmah yang bijak atas peristiwa apapun yang dialami atau siapapun yang dihadapi.
Faktor-faktor tersebut di atas menjadi PR bagi setiap atlet dan bukan semata-mata PR pelatih karena justru faktor tersebut berkaitan erat dengan dunia internal sang atlet. Keberadaan pelatih sangat penting, namun kemauan dan usaha keras pihak atlet lebih menentukan tingkat keberhasilan maupun prestasinya. Inisiatif untuk memperbaiki diri atau mengembangkan sikap mental positif lebih terletak pada atlet dari pada pelatih. Bagaimana pun juga, perubahan yang dipaksakan dari luar, hasilnya tidak efektif, malah bisa menimbulkan problem serius.
3. Peran pelatih dalam membina kesiapan mental atlet
Tidak ada jalan pintas untuk membina kesiapan mental seseorang termasuk atlet, dan tidak ada jalan pintas bagi atlet untuk sampai pada prestasi puncak. Perlu kerja sama yang baik antara atlet dengan Pembina atau pelatihnya. Menurut Karyono (2006), pelatih diharapkan menjadi konselor yang mampu memahami karakter atlet asuhannya dan bisa memberikan bimbingan yang konstruktif terutama untuk membangun kesiapan dan kekuatan mental. Beberapa hal yang dibutuhkan oleh atlet:
a. Giving encouragement than criticism
Sikap dan kata-kata pelatih most likely akan didengar dan dipercaya oleh atlet asuhannya. Jika pelatih mengatakan atletnya buruk, lemah, payah, bisa ditunggu dalam beberapa waktu kemudian kemungkinan atlet tersebut akan lemah dan payah. Meski pelatih dituntut untuk tetap jujur dalam memberikan opini dan penilaian, namun hendaknya opini dan penilaian tersebut sifatnya obyektif dan rasional, bukan emosional. Kata-kata kasar yang bersifat melecehkan atau menghina, lebih menjatuhkan moral daripada menggugah semangat.
b. Respect
Relasi yang sehat antara pelatih dan atlet dapat terjalin jika di antara keduanya ada sikap saling menghargai. Pelatih memotivasi, menempa mental dan skill ke arah pengembangan diri atlet. Kemampuan untuk menghargai, membuat hubungan antara keduanya tidak bersifat manipulative, saling memanfaatkan. Terkadang tanpa sadar, atlet memanfaatkan pelatih maupun bakatnya sendiri untuk ambisi yang keliru dan pelatih juga menggunakan atlet sebagai extension of her/his image. True respect, mendorong pelatih untuk tahu apa kebutuhan sang atlet; dan mendorong atlet untuk menghargai eksistensi pelatih sebagai orang yang mendukungnya mencapai aktualisasi diri.
c. Realistic Goal
Sasaran realistik harus ditentukan dari awal supaya baik pelatih dan atlet, bisa menyusun break down planning & target. Sasaran harus menantang tapi realistis untuk dicapai. Sasaran yang tidak realistik bisa membuat atlet minder, inferior, atau jadi terlalu percaya diri, overestimate self karena terlalu yakin dirinya sanggup dan pantas untuk jadi juara.
d. Problem Solving
Siapapun bisa terkena masalah, baik pelatih maupun atletnya. Pelatih yang bijak mampu mendeteksi perubahan sekecil apapun dari atlet asuhannya yang bisa mempengaruhi kestabilan emosi, ­konsentrasi dan prestasi. Perlu pendekatan yang tulus untuk membicarakan kendala atau problem yang dialami atlet supaya bisa menemukan sumber masalah dan mencari penyelesaian yang logis. Jika sang atlet punya masalah dalam mengendalikan kecemasan sebelum bertanding, maka pelatih bisa mengajaknya menemukan sumber kecemasan dan mengajarkan untuk berpikir logis dan rasional. Pelatih bisa memotivasi atlet mengingat momen-momen paling berkesan yang dialaminya dan me-review proses yang mendorong keberhasilan di masa lalu. Selain itu, relaksasi progresif (relaksasi otot) dan latihan pernafasan juga bermanfaat menurunkan ketegangan.
e. Self awareness
Atlet perlu dibekali cara-cara pengendalian emosi yang sehat supaya ia bisa me-manage kesuksesan maupun kegagalan secara rasional dan proporsional. Ketidakmampuan me-manage kesuksesan bisa membuat atlet lupa daratan karena self esteemnya melambung, sementara kegagalan bisa membuat atlet depresi karena melupakan kemampuan aktualnya. Oleh sebab itu, atlet juga perlu didorong untuk mengenal siapa dirinya, mengetahui dimana kelemahan dan kelebihannya secara realistik, dan memahami di mana titik rentan diri yang perlu di kelola dengan baik. Jika atlet punya pengenalan diri yang proporsional, ia cenderung lebih aware dan prepare terhadap berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.
f. Managing stress and emotion
Managing emotion juga terkait erat dengan pengenalan diri. Atlet yang bisa mengenal dirinya, akan tahu kecenderungan reaksinya dan dampak dari emosinya terhadap diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, pelatih perlu berdiskusi bersama atletnya, hal-hal apa saja yang membuat atlet-atletnya merasa senang, marah, sedih, cemas, dll dan mengenalkan alternative pengendalian emosi. Pengendalian emosi yang sehat, akan mengembangkan ketahanan terhadap stress karena tidak ada penumpukan emosi yang membebani diri dan membuat energy bisa digunakan untuk hal-hal yang produktif.
g. Good interpersonal relation
Hubungan baik dan tulus, jujur dan terbuka antara atlet dan pelatih, bisa memotivasi atlet secara positif. Rasa tidak percaya, tidak mau terbuka, jaim (jaga image), akan mendorong hubungan kearah yang tidak sehat di antara kedua belah pihak. Sikap terbuka dan jujur ini hendaknya sejak awal di tunjukkan oleh pelatih sebagai role model bagi para atlet binaannya. Mengkomunikasikan tujuan, harapan, kritikan (konstruktif), masukan, perasaan, pendapat, kendala bahkan terbuka terhadap kekurangan dan kelebihan diri sendiri akhirnya bisa jadi budaya positif yang membantu para atlet membangun sikap mental positif.
Bagaimana pun juga, menang atau kalah merupakan hal yang biasa dalam sebuah pertandingan. Oleh karenanya, setiap pelatih perlu mentransfer tidak hanya keahlian dan ketrampilan namun juga sikap mental yang benar. Punya keahlian namun tidak didukung sikap mental yang dewasa salah-salah bisa membawa dampak yang tidak diharapkan. Semoga dengan pembahasan ini, baik dari pihak atlet maupun pelatih sama-sama melihat pentingnya membangun sikap mental yang kuat untuk mendukung prestasi atlet di lapangan, maupun dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Mari kita beri support atlet-atlet kita! Semoga bermafaat. Maju terus atlet Indonesia!
C. KESIMPULAN
1. Keberhasilan seorang atlet ditentukan oleh kesiapan fisik dan mental. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performance atlet baik saat latihan maupun saat bertanding.
2. Pembinaan atlet sejak dini menjadi porsi yang penting agar masalah kepribadian dan konflik-konflik sang atlet dapat dikelola dengan baik sehingga ia tetap tampil optimum.
3. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya.
4. Stress sebelum bertanding adalah hal yang lumrah, namun mampu mengelola stress atau tidak adalah sebuah kemampuan yang harus ditumbuhkan
5. Motivasi baik internal maupun eksternal, percaya diri, pengendalian emosi, daya konsentrasi dan kecerdasan emosi merupakan faktor-faktor yang dapat dipakai oleh atlet dalam upaya menghilangkan stress.
6. Pelatih diharapkan dapat berperan menjadi konselor yang mampu memahami karakter atlet asuhannya dan bisa memberikan bimbingan yang konstruktif terutama untuk membangun kesiapan dan kekuatan mental atlet.



DAFTAR PUSTAKA
Pudji SusilowatI. 2008. http://www.e-psikologi.com/epsi/olahraga_detail.asp
Herman Subardjah. 2000. Psikologi Olahraga. Depdiknas. Jakarta
Singgih D. Gunarsa. 1996. Psikologi Olahraga : Teori dan Praktek. Gunung Mulia. Jakarta

Salam Perkenalan


Sahabatku Sayang...... Saya numpang perkenalan. Ini Mas Amin dari SMP Gading, Gunungkidul